Tambak Ikan Kerapu Milik Yongki di Desa Bulakan Diduga Tak Berizin

Tambak Ikan Kerapu Milik Yongki di Desa Bulakan Diduga Tak Berizin

DELIK HUKUM
Selasa, 22 Oktober 2024


Serang, MEDIA DELIK HUKUM -
Tambak Ikan Kerapu milik Yongki Owner Hotel Double G yang sudah beroperasi kurang lebih satu tahun diduga ilegal /tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) di Desa Bulakan, Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang Banten, Selasa (22/10/2024).

Selain tak berizin tambak ikan kerapu tersebut juga mengeluarkan aroma bau tak sedap sehingga udara dari aroma bau mengganggu lingkungan dan air limbah dari tambak juga mencemari lingkungan.


Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Pembudidayaan Ikan.

Suhada, warga desa Bulakan yang juga sebagai aktivis pemerhati lingkungan saat di konfirmasi oleh awak media mengatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Dalam rangka menegakkan supremasi hukum Suhada meminta kepada Bupati Serang dan pihak terkait segera menutup kegiatan perusahaan tambak ikan kerapu sekaligus memberikan sanksi administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.


"Sebagai masyarakat desa Bulakan saya berkewajiban untuk menyampaikan fakta-fakta dan catatan penting berkaitan dengan beroperasinya tambak ikan kerapu milik Yongki selaku owner Double G, selain tidak berijin, dan menabrak RT RW, Perda Kabupaten Serang, sudah jelas lokasi tambak Ikan kerapu tersebut diduga telah mencemari lingkungan hidup dengan membuang limbah dari tambak langsung ke laut hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”)," ucapnya, Selasa (22/10/2024).

Pencemaran lingkungan tersebut menurut Suhada, terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 9 miliar,"beber suhada.

Hal senada di ungkapkan oleh Solihin, warga desa Bulakan, bahwasanya aktifitas tambak ikan kerapu tersebut menimbulkan bau menyengat.

" Bau menyengat dilokasi kolam ikan sangat parah sekali, apalagi ketika sedang memberikan pakan atau makanan di kolam. Bau tersebut sangat menggangu lingkungan, bahkan selama ini perusahaan tidak pernah memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada warga dan lingkungan setempat,"jelas Solihin.

Diketahui bahwa tugas Satpol PP adalah melaksanakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan peraturan daerah dan peraturan bupati.

Sampai berita ini terbit beberapa pihak yang terkait belum dapat dihubungi.@**