Jakarta, MEDIA DELIK HUKUM - Ratusan masyarakat adat dari berbagai pelosok daerah yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Kawal Masyarakat Adat (Gerak Masa) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024).
Pantauan awak media para peserta aksi turun ke jalan mengenakan pakaian adat khas daerah masing-masing. Serta membawa bendera kelompok organisasi masing-masing.
Koordinator Umum, Rukka Sombolinggi mengatakan para masyarakat adat melakukan aksi untuk memperingatkan 11 dosa pemerintah Presiden Joko Widodo dan mendesak pemerintah selanjutnya Prabowo-Gibran mencuci dosa tersebut.
"Tegakkan konstitusi, pulihkan hak-hak masyarakat adat, sahkan UU masyarakat adat!," kata Rukka melalui keterangannya.
Adapun dosa-dosa yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi selama menjabat satu dekade, di antaranya menolak pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, perampasan wilayah adat demi memindahkan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), perampasan tanah terjadi sangat cepat selama pemerintahan Joko Widodo, yang menyebabkan 687 konflik agraria di wilayah adat seluas 11,07 Juta Hektar.
Kemudian, mereka juga menganggap Jokowi telah menyesatkan pengakuan wilayah adat melalui perhutanan sosial, menghidupkan praktik kolonialisme baru melalui klaim Hak Pengelolaan (HPL), pemerintahan Jokowi mengeluarkan solusi palsu untuk mengatasi krisis iklim melalui pasar karbon, menjalankan solusi palsu penyelamatan lingkungan melalui UU Minerba, dan memperkuat ancaman perampasan wilayah adat melalui klaim kawasan konservasi melalui UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE).
Dosa Jokowi lainnya, memperkuat kontrol pengusaha atas kekayaan alam Indonesia melalui Food Estate dan Bank Tanah, kooptasi hukum adat dalam hukum negara melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dihadirkan oleh kepemerintahan Jokowi untuk membuat eksekutif memiliki otoritas yang besar, dan transisi kekuasaan dilakukan dengan cara-cara yang anti demokrasi.
"Pemerintahan Joko Widodo telah memicu krisis multidimensi, mulai dari krisis politik, sosial, ekologi, agraria hingga krisis hukum," kata Rukka.
Adapun desakan mereka kepada pemerintah Prabowo-Gibran yakni:
1. Mendesak Pemerintah Prabowo-Gibran agar mengesahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 hari pertama pemerintahannya. UU ini akan menjadi landasan hukum yang kuat untuk mengakui dan melindungi hak-hak kami, serta memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan.
2. Mempercepat pengakuan hak atas wilayah adat, penyelesaian konflik agraria yang selama ini tersandera di meja Kabinet Presiden Joko Widodo, sekaligus menghentikan seluruh perampasan tanah untuk pembangunan PSN, bisnis pengusaha dan kebijakan pro pemodal asing lainnya di atas wilayah adat.
3. Mendesak agar Presiden Prabowo berani mencabut UU Cipta Kerja, UU KSDAHE, UU Minerba, dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang mendiskriminasi Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Buruh, perempuan, dan kelompok marginal lainnya.
4. Mendesak Presiden Prabowo untuk memulihkan Kedaulatan Bangsa Indonesia atas tanah dan kekayaan alamnya serta mewujudkan kesejahteraan dengan menjalankan Reforma Agraria yang sejati sesuai mandat Konstitusi, TAP MPR No.IX Tahun 2001 dan UUPA 1960.
5. Mendesak pemerintah Prabowo-Gibran untuk menjamin perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat dan Pembela Masyarakat Adat yang memperjuangkan hak atas wilayah adatnya. Pemerintahan Prabowo harus menegakkan supremasi hukum tanpa berpihak pada kepentingan modal atau korporasi besar semata.
6. Mendesak Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk memastikan partisipasi secara penuh dan efektif Masyarakat Adat, Petani, Nelayan, Perempuan dan kelompok masyarakat lainnya dalam setiap pengambilan keputusan yang akan berdampak langsung pada Masyarakat Adat, petani, nelayan, perempuan dan kelompok masyarakat lainnya.
7. Mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dan penegakan hukum terhadap korporasi penjahat lingkungan dan pelanggar hak asasi manusia.
Meminta kepada Pemerintahan Prabowo untuk mendukung upaya pelestarian budaya, dan memberikan akses pendidikan yang sesuai dengan kearifan lokal. Pendidikan yang menghargai bahasa, nilai, dan pengetahuan lokal akan memperkuat identitas kami dan memastikan keberlanjutan kebudayaan adat di tengah arus globalisasi. Bukan sekedar simbolisasi dengan penggunaan pakaian adat dalam acara-acara kenegaraan.
Sampai berita ini terbit beberapa pihak yang terkait belum dapat dihubungi.
Red. Supriyadi GWI